Sejarah Petilasan Nglinggo
|
Menurut cerita yang ada sejak turun-temurun, keberadaan dusun Nglinggo tidak terlepas dari peristiwa sejarah Perang Gerilya oleh Pangeran Diponegoro. Pada zaman itu, diutuslah tiga orang ksatria pengikut Pangeran Diponegoro bernama Ki Linggo Manik, Ki Dalem Tanu, dan Ki Gagak Roban untuk mengawasi pergerakan musuh di sekitar Pegunungan Menoreh. Selanjutnya pusat perjuangan ini dinamakan Nglinggo, diambil dari nama ksatria tertua yaitu Ki Linggo Manik.
Ketiga ksatria tersebut pun dipercaya mangkat di wilayah Dusun Nglinggo. Sampai saat ini, petilasan tempat hilangnya raga ketiga leluhur ini masih dijaga dengan baik oleh warga desa. Petilasan ini umum dikunjungi oleh wisatawan sebagai salah satu destinasi ziarah. |
Upacara Adat Saparan
Setiap hari Selasa/Jumat Kliwon bulan Sapar dalam Penanggalan Kalender Jawa, masyarakat Desa Nglinggo menyelenggarakan upacara adat Saparan/Nyadran. Dalam upacara ini, warga desa mengarak tumpeng di sekitar wilayah Dusun Nglinggo. Selain itu, umumnya dalam upacara ini masyarakat juga mengadakan pertunjukan wayang kulit dan tarian gambyong. Melalui acara ini masyarakat Nglinggo mengucap syukur atas kelimpahan yang diterima sepanjang tahun. Selain itu, acara ini juga merupakan sarana meneruskan tradisi leluhur.
|
|
Tarian Lengger Tapeng
|
Lengger Tapeng (topeng) merupakan salah satu kesenian tradisional Desa Nglinggo. Tarian ini umum ditarikan oleh laki-laki dan perempuan. Adapun lakon yang dibawakan umumnya merupakan penggambaran karakter manusia dalam kehidupan sehari-hari. Pementasan tarian Lengger Tapeng umumnya diiringi gamelan Jawa.
|
Kami percaya kebudayaan adalah permata yang harus kami jaga dan teruskan kepada anak cucu. Keunikan dan nilai nilai tersebutlah yang membuat kami bangga menjadi bagian dari Desa Nglinggo.